Dewan Pengupahan Provinsi Papua Barat menggelar sidang pleno penetapan UMP dan UMSP Papua Barat 2025 di salah satu hotel di Manokwari, Senin, 9 Desember 2024. Foto: FSM
Manokwari – Dewan Pengupahan Provinsi Papua Barat menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) Papua Barat 2025 sebesar Rp. 3,614 juta atau mengalami kenaikan Rp. 220.000 dibandingkan tahun sebelumnya.
Asisten II Setda Provinsi Papua Barat, Melkias Werinussa mengatakan, penetapan UMP Papua Barat 2025 dikunci dengan formula yang tidak bisa diganggu.
Dijelaskannya, pleno penetapan UMP berlangsung alot, karena Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Provinsi Papua Barat tidak bersedia menandatangani berita acara, karena tidak sepakat dengan penetapan UMP Papua Barat 2025 dan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) Papua Barat 2025.
“Ada dua hal yang kita putuskan malam ini, UMP dan UMSP. Untuk UMP kita sudah dapat di angka Rp. 3,614 juta yang akan dibulatkan ke atas,” jelas Werinussa kepada wartawan usai pleno penetapan UMP di salah satu hotel di Manokwari, Senin malam.
Diakuinya, penetapan UMP telah disepakati Dewan Pengupahan dan Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI), sedangkan perwakilan Apindo menolak penetapan UMP Papua Barat 2025.
“Penetapan UMP sudah sesuai rumusan dan tidak dapat dihindari, karena kita tidak bisa menghitung dari angka inflasi. Itulah keputusan yang sudah dibuat pemerintah,” tandas Werinussa.
Sedangkan untuk UMSP, sambung Werinussa, pihaknya mengalami kesulitan, karena diminta untuk menghitung, apalagi sejak 2022, Dewan Pengupahan tidak lagi menetapkan UMSP, sehingga ketika Permenaker No. 16 Tahun 2024 diterbitkan dan Dewan Pengupahan diminta menghitung UMSP, pihaknya merasa kesulitan untuk menghitung dari sisi mana.
Ditanya tentang kenaikan UMSP Papua Barat 2025, baik di sektor industri pengolahan, sektor pertambangan dan penggalian, jelas Werinussa, untuk sektor industri pengolahan sebesar Rp. 3,848 juta atau mengalami kenaikan Rp. 234.000 dibandingkan tahun sebelumnya.
Untuk sektor pertambangan dan penggalian, jelas dia, UMSP sebesar Rp. 5,325 juta atau mengalami kenaikan Rp. 325.000 dibandingkan tahun sebelumnya, dimana kenaikannya cukup tinggi akibat resiko yang lebih tinggi.
“Ini untuk sementara, karena memang kita belum ada formula yang baku, bisa saja naik lebih tinggi, karena sumbangan ekonomi dari migas yang tinggi,” ungkapnya.
Ditanya tentang penolakan hasil penetapan UMP oleh Apindo, kata Werinussa, pihaknya tetap berjalan, sedangkan keberatan yang disampaikan Apindo akan dimasukkan dalam berita acara.
“Nah keputusan UMP Papua Barat berada di Gubernur. Kami memberi pertimbangan-pertimbangan dan Gubernur-lah yang akan memutuskan,” ujar Asisten II.
Sementara itu, perwakilan SBSI Provinsi Papua Barat, Romer Arwan mengutarakan, pihaknya mengikuti aturan pemerintah yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan tentang penetapan UMP, sedangkan UMSP, SBSI meminta Dewan Pengupahan bisa mengkaji ulang.
“Untuk UMP bagi kami aman-aman saja, karena dari tahun 2023 ke 2024 mengalami kenaikan sebesar Rp. 100.000 dan tahun 2024 ke 2025 mengalami kenaikan Rp. 200.000. Itu sudah memenuhi standard,” klaim Arwam kepada wartawan.
Sementara Ketua Apindo Provinsi Papua Barat, Pieter Woniana menegaskan, pihaknya merasa keberatan terhadap penetapan UMP Papua Barat berdasarkan Permenaker No. 16 Tahun 2024 karena upah minimum 6,5 persen rata-rata secara nasional.
“Kami dengan tegas menolak penetapan UMP Papua Barat 2025 sebesar Rp. 3,614 juta, karena memberatkan para pengusaha,” ungkap Woniana kepada wartawan, semalam.
Dikatakan Woniana, untuk UMSP Papua Barat, pihaknya menerima dan mempersilakan SBSI dan Dewan Pengupahan menaikkan nilai UMSP Papua Barat 2025.
“Kami sementara menyusun beberapa poin-poin yang akan kami buat untuk dikirim ke Gubernur Papua Barat sebagai bahan pertimbangan sebelum menetapkan UMP Papua Barat 2025,” tutup Woniana. [FSM-R1]