Ketiga pengurus DPW Kapten Indonesia Provinsi Papua Barat usai mendengar tuntutan JPU Kejari Sorong di Pengadilan Tipikor Papua Barat pada PN Manokwari, Rabu, 30 Oktober 2024. Foto: TIM2
Manokwari – Tiga pengurus DPW Kapten Indonesia Provinsi Papua Barat dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam dakwaan primair, Pasal 2 Ayat 1 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHPidana.
Dengan demikian, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Sorong, Kevin F.H. Hutahaean, SH meminta agar ketiga terdakwa, Arobi Beyete (Ketua DPW Kapten Indonesia Papua Barat), Mulyadi Asman (Bendahara DPW Kapten Indonesia Papua Barat), dan Imran Wokas (Sekretaris DPW Kapten Indonesia Papua Barat) dibebaskan dari dakwaan primair penuntut umum.
Hal ini disampaikan JPU dalam sidang perkara dugaan tipikor dana hibah dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat kepada DPW Kapten Indonesia Papua Barat Tahun Anggaran 2022 dengan agenda pembacaan tuntutan, di Pengadilan Tipikor Papua Barat pada Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, Rabu, 30 Oktober 2024 sore.
Namun, JPU menyatakan ketiga terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam dakwaan subsider, Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHPidana.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Arobi Beyete dengan pidana penjara selama 2 tahun dan 8 bulan serta membayar denda sebesar Rp. 50 juta subsider 3 bulan kurungan,” kata JPU di hadapan majelis hakim yang diketuai, Berlinda U. Mayor, SH, LLM, didampingi hakim anggota, Helmin Somalay, SH, MH dan Hermawanto, SH, terdakwa, maupun penasehat hukumnya.
Lanjut JPU, terdakwa juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp. 500 juta dan jika terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama 1 bulan sejak putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.
“Jika terdakwa tidak mempunyai harta yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka akan diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan,” kata Hutahaean.
Sedangkan terdakwa Mulyadi Asman, JPU menuntutnya dengan pidana penjara selama 2 tahun dan membayar denda sebesar Rp. 50 juta subsider 3 bulan kurungan.
“Membayar uang pengganti sebesar Rp. 327.455.500 dan jika terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama 1 bulan sejak putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti,” ungkap JPU.
Dikatakan Hutahaean, jika terdakwa tidak mempunyai harta yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka akan diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun.
Sementara itu, JPU menyatakan terdakwa Imran Wokas juga terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tipikor secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam dakwaan subsider, Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHPidana.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Imran Wokas dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 9 bulan,” sebut JPU sembari menambahkan untuk membayar denda sebesar Rp. 50 juta subsider 3 bulan kurungan.
Ia juga meminta terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp. 50 juta dan jika terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama 1 bulan sejak putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.
“Jika terdakwa tidak mempunyai harta yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka akan diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun,” kata JPU.
Usai mendengarkan pembacaan dakwaan JPU, majelis hakim menutup persidangan dan akan dilanjutkan dengan agenda pembelaan atau pledoi dari terdakwa maupun penasehat hukumnya, Kamis pekan depan.
Sebelumnya, dalam dakwaan JPU, disebutkan pada 3 Juli 2022, terdakwa Arobi Beyete dan Imran Wokas membuat dokumen permohonan pencairan bantuan dana hibah dengan Nomor: 039/B/A/DPWKI/VII/2022 tanggal 3 Juli 2022.
Pada 13 Juli 2022, saksi Nataniel D. Mandacan selaku Sekda Provinsi Papua Barat yang bertindak untuk dan atas nama Gubernur Papua Barat dan terdakwa Arobi Beyete selaku Ketua DPW Kapten Indonesia Papua Barat menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) atas bantuan dana hibah kepada DPW Kapten Indonesia Provinsi Papua Barat sebesar Rp. 1 miliar.
Menurut JPU, laporan pertanggungjawaban tidak pernah diserahkan ke Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Setda Provinsi Papua Barat selaku pemberi hibah.
Terdakwa Arobi Beyete, Mulyadi Asman, dan Imran Wokas justru memakai dana hibah tidak sesuai peruntukkan dalam NPHD atas bantuan dana hibah kepada DPW Kapten Indonesia Provinsi Papua Barat.
Lalu, para terdakwa memasukkan pertanggungjawaban fiktif dalam laporan pertanggungjawaban. Di samping itu, tidak pernah ada addendum atau perubahan dalam NPHD atas bantuan dana hibah kepada DPW Kapten Indonesia Provinsi Papua Barat sebesar Rp. 1 miliar.
Akibat dari perbuatan para terdakwa, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, sehingga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp. 877.455.500 atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut sebagaimana tercantum dalam surat Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Papua Barat dengan Nomor: PE.03.03/SR-104/PW27/5/2024 tanggal 5 April 2024 perihal Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Bantuan Dana Hibah dari Pemerintah Provinsi Papua Barat kepada DPW Kapten Indonesia Papua Barat Tahun Anggaran 2022. [TIM2-R1]