Modus Pengajuan Kredit Dugaan Tipikor di BRI KCP Manokwari Kota

Sidang tipikor pengajuan kredit di BRI KCP Manokwari Kota sedang diskors, di PN Manokwari, Kamis (15/5/2025). Foto: TIM2 Sidang tipikor pengajuan kredit di BRI KCP Manokwari Kota sedang diskors, di PN Manokwari, Kamis (15/5/2025). Foto: TIM2

Sidang tipikor pengajuan kredit di BRI KCP Manokwari Kota sedang diskors, di PN Manokwari, Kamis (15/5/2025). Foto: TIM2

Manokwari – Ada modus yang unik dalam pengajuan Kredit Modal Kerja, Kredit Modal Kerja (KMK) Tangguh, dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk cq BRI Kantor Cabang Pembantu (KCP) Manokwari Kota atas sejumlah debitur yang identitasnya dipinjam terdakwa.

Hasil dari pencairan kredit debitur justru akan digunakan untuk kegiatan proyek pengadaan barang atau jasa pemerintah, bukan untuk kepentingan debitur berdasarkan pengajuan kredit.

Dalam prakteknya, ada terdakwa memakai sertifikat atas nama orang, kemudian dibalik nama atas nama debitur atau saksi di notaris, seolah-olah telah terjadi proses jual beli tanah.

Para debitur atau saksi ini rata-rata memiliki usaha guna ‘memuluskan’ proses pengajuan kredit. Namun dalam proses balik nama, mulai dari notaris sampai pengajuan kredit di bank, rata-rata debitur atau saksi tidak dibebankan biaya atau ditanggung semua oleh terdakwa.

Ini terungkap dalam sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) dengan agenda pemeriksaan 6 saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Tipikor Papua Barat pada Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, Kamis, 15 Mei 2025.

Dugaan kerugian keuangan negara dalam perkara ini sekitar Rp. 9.985.597.942. Perhitungannya, realisasi plafon kredit yang telah dibayarkan PT BRI (Persero) Tbk cq Kantor Cabang Pembantu Manokwari Kota terhadap 11 debitur sebesar Rp. 10.700.000.000 dan jumlah angsuran pokok yang telah dibayarkan oleh 11 debitur sebesar Rp. 714.402.058, sehingga sisa yang dianggap menjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp. 9.985.597.942.

Sidang terhadap para terdakwa, yakni Mardiyanto Suryo, Irwan Wijaya, Daniel Mohse Y, dan Muhammad Zamzani didampingi masing-masing penasehat hukum, Kamis (15/5/2025), dipimpin ketua majelis hakim, Helmin Somalay, SH, MH, didampingi hakim anggota, Pitayartanto, SH dan Hermawanto, SH.

Dalam persidangan, para saksi atau debitur ini membeberkan tentang proses pengajuan kredit. Menurut saksi Hamka S, terdakwa, Mardiyanto meminjam sertifikat untuk mengajukan kredit.

Menurut saksi, pengajuan kredit ke BRI sebesar Rp. 2 miliar lebih, tetapi yang disetujui sebesar Rp. 1,8 miliar. Diungkapkannya, setelah pengajuan kredit cair, saksi diberikan uang fee 10 persen sebesar Rp. 300 juta dan sisanya untuk terdakwa, Mardiyanto.

Saksi lain, R. Patrik mengaku meminjamkan KTP, kartu keluarga (KK), NPWP dan surat izin usaha kepada terdakwa, Mardiyanto. Dijelaskannya, dalam proses pencairan kredit, saksi langsung datang ke KCP BRI di Wosi.

Dikatakan saksi, ia menandatangani sejumlah dokumen perihal pengajuan kredit di lantai 2, di ruangan Kepala Cabang Pembantu, Agus Subandi.

Setelah pengajuan kredit sebesar Rp. 500 juta cair, Patrik mencairkan uang sebesar Rp. 350 juta, lalu diserahkan ke terdakwa, Mardiyanto. Bahkan, buku tabungan dan ATM atas nama saksi yang baru dibuat, diserahkan juga ke terdakwa, sedangkan saksi tidak mendapatkan apa-apa.

“Waktu saya terima chat dari Kepala BRI, saya teruskan chat tersebut ke Pak Mardiyanto. Pak Mardiyanto bilang sudah dititipkan di Pak Ari, orang BRI,” ungkap saksi menanggapi tunggakan angsuran.

Soal agunan, kata saksi, sebelum proses pencairan, ada sertifikat atas nama Agustinus D, dibalik nama atas nama saksi di notaris. Namun, saksi mengaku tidak pernah melihat sertifikat yang dijadikan agunan tersebut.

Ditanya tentang perkenalan saksi dan terdakwa, Irwan Wijaya, saksi menjelaskan, ia mengenal terdakwa biasa saja atau perkenalan di warung kopi. Namun, tegas saksi, Irwan tak terlibat dalam pengajuan kreditnya.

Sedangkan saksi Sulaeman mengaku namanya tercoreng dari kasus ini, sehingga dirinya tidak bisa lagi mengajukan kredit. Di persidangan juga, para saksi merasa ‘dikorbankan’ dan dirugikan dengan adanya perkara ini.

Saksi Siti S mengutarakan, awalnya dia merasa keberatan dan menolak pengajuan kredit, tetapi akhirnya mau membantu dalam proses pengajuan kredit setelah terdakwa, Mardiyanto meminta tolong.

Rustam, SH selaku penasehat hukum terdakwa, Mardiyanto sempat ‘mengulik’ adanya pembelian mobil hasil dari pencairan uang kredit dalam perkara ini. Belakangan terungkap bahwa uang pembelian mobil bersumber dari uang fee 10 persen yang diterima seorang saksi sebesar Rp. 300 juta tersebut.

Namun, mobil yang dibeli tersebut tidak disita jaksa dalam perkara tipikor ini, karena sudah disita terlebih dahulu. “Mohon ini dicatat, majelis,” kata Rustam.

Dicecar tentang siapa yang membayar uang angsuran? Para saksi membenarkan bahwa yang membayar angsuran kredit adalah terdakwa, Mardiyanto.

Di persidangan juga terungkap bahwa seorang saksi akhirnya mau mengajukan permohonan kredit karena terdakwa, Mardiyanto mengaku mendapat paket proyek pekerjaan pasar di Gorontalo senilai Rp. 60 miliar. [TIM2-R1]

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *