Mantan Kepala BPK Papua Barat Dapat ‘Diskon Jumbo’ Jadi Dua Tahun Penjara

Terdakwa Patrice L. Sihombing menyalami anggota majelis hakim Pengadilan Tipikor Papua Barat, Hermawanto, SH usai sidang di PN Manokwari, kemarin. Foto: TIM2

Terdakwa Patrice L. Sihombing menyalami anggota majelis hakim Pengadilan Tipikor Papua Barat, Hermawanto, SH usai sidang di PN Manokwari, kemarin. Foto: TIM2

Manokwari – Terdakwa, Patrice L. Sihombing, mantan Kepala BPK RI Perwakilan Provinsi Papua Barat mendapat vonis ‘diskon jumbo’ dari majelis hakim Pengadilan Tipikor Papua Barat pada Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, Senin, 12 Agustus 2024.

Meski ada dissenting opinion (DO) dari hakim anggota 2, Hermawanto, SH, tetapi majelis hakim yang diketuai, Helmin Somalay, SH, MH, didampingi hakim anggota 1, Pitayartanto, SH dibantu Panitera Pengganti (PP), Christianto Tangketasik, SH, tetap menjatuhkan hukuman jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan, pertama, terdakwa Patrice Sihombing tersebut di atas terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan beberapa tindak pidana korupsi sejenisnya secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan alternatif kedua, penuntut umum.

“Kedua, menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan denda sebesar Rp. 200 juta,” kata ketua majelis hakim.

Ia menambahkan, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.

Ketiga, sambung Helmin Somalay, menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

“Keempat, menetapkan terdakwa tetap di dalam tahanan,” tandas ketua majelis hakim sembari menambahkan, membebankan terdakwa untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp. 5.000.

Menanggapi putusan tersebut, JPU KPK, Erlangga Jayanegara, SH dan rekan, serta penasehat hukum terdakwa, Yan C. Warinussy, SH, menyatakan pikir-pikir atas putusan majelis hakim tersebut.

Namun, ketua majelis hakim meminta para pihak untuk menentukan sikap paling lama Jumat, sebelum 17 Agustus 2024, mengingat masa penahanan terhadap terdakwa akan segera habis.

Dalam dissenting opinion-nya, hakim anggota 2 berpendapat, unsur yang menerima hadiah atau janji yang didakwakan penuntut umum terhadap terdakwa Patrice Sihombing, tidak terbukti. “Sehingga, tidak perlu dibuktikan unsur-unsur lainnya seperti dakwaan alternatif pertama atau dakwaan alternatif kedua,” kata Hermawanto.

Dikatakan hakim anggota 2, menimbang bahwa dengan tidak terbuktinya menerima hadiah atau janji, terdakwa harus dibebaskan dari segala tuntutan hukum sebagaimana dakwaan alternatif pertama atau dakwaan alternatif kedua yang dibuat penuntut umum terhadap terdakwa, maka terdakwa perlu dibebaskan dari penahanan.

Sebelumnya, JPU KPK menuntut terdakwa Patrice Sihombing dengan pidana penjara selama 7 tahun dan 3 bulan (87 bulan) dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda Rp. 300 juta subsider 6 bulan kurungan dengan perintah terdakwa tetap ditahan.

Sebab, JPU menilai terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan ‘beberapa tindak pidana korupsi sejenis secara bersama-sama’ sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan alternatif pertama.

Ketiga, menyatakan barang bukti berupa: seluruhnya digunakan dan akan diputuskan dalam perkara atas nama terdakwa Abu Hanifa Siata serta keempat, menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 10.000.

Patrice Sihombing harus Bebas

Menanggapi putusan majelis hakim, penasehat hukum terdakwa, Yan C. Warinussy, SH menegaskan, kliennya, Patrice Sihombing harus dibebaskan. Sebab, dari semua pertimbangan, kata dia, tampak dari dissenting opinion yang disampaikan hakim adhoc 2.

“Pak Hermawanto punya pertimbangan itu jelas bahwa Pasal 11 dan Pasal 12, tidak terbukti. Jadi harusnya Pak Patrice Sihombing bebas,” ujar Warinussy yang dimintai tanggapan usai mendengar pembacaan putusan di PN Manokwari, Senin sore.

Ia mengaku mempunyai kesan pribadi selaku seorang advokat dan pengacara dari Patrice Sihombing, kedua hakim lainnya, tidak berani atau takut kepada KPK. “Padahal, tidak ada yang perlu ditakutkan dari KPK. Mereka punya dakwaan dan mereka punya pembuktian semua, tidak ada satu pun yang mengarah kepada Patrice Sihombing. Itu tidak ada,” klaim Warinussy.

Dirinya menegaskan, berdasarkan fakta persidangan, tidak ada bukti penyerahan uang dan bukti penerimaan uang. Bahkan, tegas dia, tidak ada bukti permintaan uang, termasuk janji-janji. “Itu tidak ada. Barang semua itu justru dikuasai oleh Pak David Pata Saung dan Abu Hanifa Siata, Dzul Firmansyah, Charles Ignatius, dan lain-lain. Mereka itu yang terima uang dan bagi-bagi kepada tim-timnya. Klien saya tidak,” kata Warinussy.

Dikatakannya bahwa pertimbangan dari hakim adhoc 2, Hermawanto, dinilai cukup berani. “Kita butuh hakim seperti itu, yang berani membuat putusan yang berbeda. Walaupun pendapat dia kan dissenting opinion sesuai ketentuan dalam Undang-undang Kekuasaan Kehakiman. Undang-undang itu kan memungkinkan setiap putusan yang berbeda, dicantumkan dalam putusan akhir,” jelasnya.

Oleh sebab itu, Warinussy menegaskan, dirinya menyarankan kliennya untuk terlebih dahulu menyatakan pikir-pikir. Sebab, kata dia, masih ada waktu untuk mempertimbangkan putusan majelis hakim. “Apakah kita mengambil langkah banding atau seperti apa. Kita harus diskusi dengan Pak Jonny Hutahaean dan Julianty Gasperzs,” tegas Warinussy.

Seperti diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) atas dugaan pengondisian Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) di Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya (PBD), Minggu, 12 November 2023 silam.

Dalam kasus itu, KPK menetapkan 6 tersangka dan semua sudah menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Papua Barat pada PN Manokwari. Mereka adalah Yan Piet Mosso (mantan Penjabat Bupati Sorong), Efer Segidifat (mantan Kepala BPKAD Kabupaten Sorong), Maniel Syatfle (staf BPKAD Kabupaten Sorong), Patrice L. Sihombing (mantan Kepala BPK Perwakilan Papua Barat), Abu Hanifa Siata (mantan Kasubaud BPK Perwakilan Papua Barat), dan David Pata Saung (Ketua Tim Pemeriksa di Kabupaten Sorong). [TIM2-R1]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *