Pelapor berinisial SAK menjalani pemeriksaan pendahuluan dugaan penganiayaan di Ditreskrimum Polda Papua Barat, kemarin. Foto: Yan C. Warinussy
Manokwari – Kuasa hukum korban dugaan penganiayaan berinisial SAK (51), Yan C. Warinussy, SH menegaskan, tidak ada upaya mediasi yang berunjung pada pencabutan laporan polisi (LP) yang telah dibuat di SPKT Polda Papua Barat terhadap terlapor berinisial AW.
Terlapor sendiri merupakan oknum sekretaris daerah (sekda) di wilayah Provinsi Papua Barat. “Dari awal kejadian seharusnya AW sadar dan mau meminta maaf, tapi setelah menganiaya korban dan korban terluka, lalu menderita, sama sekali tidak ada upaya memohon maaf. Jadi proses hukum tetap lanjut,” klaim Warinussy yang dihubungi wartawan via WhatsApp, Minggu, 10 November 2024.
Ia mengakui, SAK yang berstatus seorang pegawai negeri sipil (PNS) didampingi asisten pengacara, Posma Silitonga telah membuat LP di SPKT Polda Papua Barat, Maripi, Manokwari, Minggu (10/11/2024).
Hal ini, sambung dia, berdasarkan arahan dari petugas Polsek Bandara Rendani, Manokwari pada hari kejadian, Kamis, 7 November 2024 lalu, agar korban membuat LP di SPKT Polda Papua Barat.
“Terduga pelaku adalah oknum pejabat yang berdomisili di luar Manokwari, yakni Wasior, Kabupaten Teluk Wondama. LP tertuang dengan Nomor: LP/B/321/XI/2024/SPKT/Polda Papua Barat,” ungkap Warinussy.
Ditambahkan Warinussy, setelah membuat LP, SAK telah menjalani pemerikaan pendahuluan di Ditreskrimum Polda Papua Barat. Selain itu, Warinussy mengakui, dalam kasus ini, kliennya telah melakukan visum di Rumah Sakit Bhayangkara Lodewick Mandacan, Polda Papua Barat.
“Visum sudah ada. Kami menyerahkan proses hukum perkara dugaan penganiayaan menurut amanat Pasal 351 Ayat 2 UU No. 1 Tahun 1946 tentang KUHP kepada Kapolda Papua Barat dan Direskrimum untuk ditindaklanjuti menurut hukum,” tambahnya.
Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari ini tidak menampik adanya persoalan antara terlapor dan pelapor sebelum peristiwa dugaan penganiayaan di Bandara Rendani. Sebab, pelapor dalam perkara ini diduga memfitnah terlapor dengan mengatakan terlapor masuk tahanan dan ditahan.
Dengan dugaan fitnah tersebut, maka terlapor dalam dugaan penganiayaan di Bandara Rendani telah membuat LP di Polres Teluk Wondama, tetapi pelapor tak kunjung menghadapi meski sudah 2 kali dilayangkan pemanggilan dan terus saja memfitnah terlapor.
Namun, tegas Warinussy, seharusnya AW menghormati proses hukum dan jika kliennya tak memenuhi panggilan, biarlah pihak kepolisian yang mengurusnya, bukan dengan melakukan pemukulan terhadap SAK. “Itu jelas melanggar hukum,” tutup Warinussy. [TIM2-R1]