Terdakwa David Pata Saung membubuhkan tanda tangan usai sidang mendengar pembacaan putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Papua Barat pada PN Manokwari, Senin, 12 Agustus 2024. Foto: TIM2
Manokwari – Ketua Tim Pemeriksa BPK-RI Perwakilan Provinsi Papua Barat di Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya (PBD), David Pata Saung, dijatuhi hukuman pidana selama 4 tahun (48 bulan) penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Papua Barat pada Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, Senin, 12 Agustus 2024 sore.
Menurut majelis hakim yang diketuai, Helmin Somalay, SH, MH didampingi hakim anggota 1, Pitayartanto, SH dan hakim anggota 2, Hermawanto, SH dibantu Panitera Pengganti (PP), Christianto Tangketasik, SH, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan beberapa tindak pidana korupsi sejenisnya secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama, melanggar Pasal 12 huruf a UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 junto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP junto Pasal 65 Ayat 1 KUHP.
“Menjatuhkan pidana terhadap oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda sejumlah Rp. 200 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” jelas Helmin Somalay.
Ketiga, lanjut ketua majelis, menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
Keempat, menetapkan terdakwa tetap ditahan dan kelima menetapkan sejumlah barang bukti dikembalikan kepada penuntut umum untuk digunakan dalam berkas perkara atas nama terdakwa Patrice L. Sihombing. “Membebankan kepada terdakwa membayar biaya perkara sejumlah Rp. 5.000,” katanya.
Usai membacakan putusan, ketua majelis hakim menanyakan tanggapan dari penasehat hukum terdakwa, Dr. Hadi Tuasikal, SH, MH dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Erlangga Jayanegara, SH dan rekan.
Selanjutnya, penasehat hukum dan terdakwa berkonsultasi dan sepakat menyatakan menerima putusan. Sementara itu, JPU KPK menyatakan pikir-pikir atas putusan majelis hakim.
Pada kesempatan itu, Helmin Somalay mengatakan, meski ada waktu selama 7 hari untuk menentukan sikap, tetapi masa penahanan terhadap terdakwa akan habis pada 17 Agustus 2024, sehingga sebelum masa penahanan habis, para pihak diminta menentukan sikapnya.
“Jadi waktu untuk menyatakan sikap, kami tunggu sampai Jumat,” tandas Helmin Somalay.
Sebelumnya, JPU KPK menuntut terdakwa, David Pata Saung dengan pidana penjara selama 5 tahun dan 8 bulan (68 bulan) dan pidana denda Rp. 300 juta subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan.
Sebab, menurut JPU, terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 12 huruf a UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan alternatif kesatu.
Ketiga, menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan dan keempat, menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan.
Kelima, menetapkan barang bukti berupa: barang bukti nomor 1 sampai 401, dikembalikan kepada penuntut umum untuk digunakan dalam perkara atas nama Patrice Sihombing. Keenam, menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 7.500.
Putusan Abu Hanifa Siata
Sementara itu, untuk terdakwa, Abu Hanifa Siata, majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan beberapa tindak pidana korupsi sejenisnya secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama, melanggar Pasal 12 huruf a UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 junto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP junto Pasal 65 Ayat 1 KUHP.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Abu Hanifa Siata oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda sejumlah Rp. 200 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” ungkap Helmin Somalay.
Ketiga, sambung ketua majelis, menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan serta keempat, menetapkan terdakwa tetap ditahan.
Lanjut Helmin Somalay, kelima, menetapkan sejumlah barang bukti, ada yang dikembalikan kepada terdakwa Patrice Sihombing dan para pihak yang berhak, termasuk membebankan biaya perkara terhadap terdakwa sebesar Rp. 5.000.
Usai membacakan putusan, ketua majelis meminta tanggapan dari terdakwa Abu Hanifa maupun penasehat hukumnya, David, SH dan Abraham Wainarisi, SH.
Setelah berdiskusi dengan kliennya, penasehat hukum Abu Hanifa Siata menyatakan menerima putusan majelis hakim. “Terima kasih yang Mulia, kami menerima putusan,” jawab David.
Sementara itu, JPU KPK, Erlangga Jayanegara, SH dan rekan, menyatakan pikir-pikir usai dimintai tanggapan ketua majelis hakim. “Kami pikir-pikir,” timpal JPU KPK.
Sebelumnya, JPU KPK meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor Papua Barat pada PN Manokwari yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan:
Pertama, menyatakan terdakwa Abu Hanifa Siata telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan ‘beberapa tindak pidana korupsi sejenisnya secara bersama-sama’ sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan alternatif pertama.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Abu Hanifa Siata berupa pidana penjara selama 7 tahun dan 3 bulan (87 bulan) dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp. 300 juta subsider pidana kurungan selama 6 bulan, dengan perintah terdakwa tetap ditahan,” pinta JPU KPK.
Selanjutnya, menyatakan barang bukti berupa barang bukti nomor 360 sampai 401, dirampas untuk negara, sedangkan tindasan bukti setoran tunai tetap terlampir dalam berkas perkara.
Selain barang bukti di atas, sambung JPU KPK, terdapat penyetoran-penyetoran uang di rekening penampung KPK pada BNI dengan Nomor: rekening 8844202333220129 Rek Penampungan KPK Pj BU dengan rinciannya, pada 14 Desember 2023 sebesar Rp. 15 juta, pada 14 Desember 2023 sebesar Rp. 55 juta dengan pengirim Nimrod Sesa.
Lanjut JPU KPK, terhadap barang bukti tersebut karena diduga terkait dengan perkara suap dalam perkara Operasi Tangkap Tangan (OTT) Penjabat Bupati Sorong, sehingga barang bukti tersebut dirampas untuk negara. “Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp10.000,” kata JPU KPK.
Seperti diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) atas dugaan pengondisian Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) di Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya (PBD), Minggu, 12 November 2023 silam.
Dalam kasus tersebut, KPK menetapkan 6 tersangka dan semua sudah menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Papua Barat pada PN Manokwari.
Mereka adalah Yan Piet Mosso (mantan Penjabat Bupati Sorong), Efer Segidifat (mantan Kepala BPKAD Kabupaten Sorong), Maniel Syatfle (staf BPKAD Kabupaten Sorong), Patrice L. Sihombing (mantan Kepala BPK Perwakilan Papua Barat), Abu Hanifa Siata (mantan Kasubaud BPK Perwakilan Papua Barat), dan David Pata Saung (Ketua Tim Pemeriksa di Kabupaten Sorong). [TIM2-R1]