Ketua Apindo Provinsi Papua Barat, P. Woniana
Manokwari – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Provinsi Papua Barat mengirim surat ke Penjabat Gubernur Papua Barat perihal permintaan peninjauan kembali penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Provinsi Papua Barat 2025.
Ketua Apindo Provinsi Papua Barat, P. Woniana, SH mengatakan, sejak awal, pihaknya tidak sependapat dengan penetapan nilai UMP Provinsi Papua Barat 2025.
Menurutnya, alasan tersebut sudah disampaikan dalam sidang pleno Penetapan UMP Papua Barat 2025 dimana sejak akhir tahun lalu rekomendasinya juga sudah dikirim ke Penjabat Gubernur Papua Barat.
“Sampai saat ini kami perwakilan Apindo belum bertemu langsung dengan Gubernur Papua Barat untuk menyampaikan alasan-alasan kami. Memang Pemprov Papua Barat sudah menetapkan nilai UMP Papua Barat 2025, tapi ada upaya lagi yang akan kami ambil,” kata Woniana kepada wartawan di Manokwari, belum lama ini.
Dikatakan Woniana, meski UMP Papua Barat sudah ditetapkan, tetapi ada upaya lain, misalnya melalui jalur hukum untuk meminta Pemprov meninjau kembali penetapan nilai UMP Papua Barat.
“Kami sudah menyurati Gubernur Papua Barat untuk melakukan audiens bersama menyampaikan pertimbangan-pertimbangan Apindo terkait penetapan UMP Papua Barat tahun 2025,” katanya.
Ia menjelaskan, meski ada Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) yang menetapkan kenaikan UMP pada 2025 sebesar 6,5 persen, tetapi diperlukan kebijakan daerah dengan mempertimbangkan karakteristik daerah.
Woniana menambahkan, dalam penetapan UMP Papua Barat 2025, tidak ada survei terkait Kebutuhan Hidup Layak (KHL), termasuk PDRB, sedangkan KHL inilah yang menjadi dasar dari penetapan UMP.
“Kami menyarankan dalam penetapan UMP Papua Barat 2025 diambil nilai rata-rata. Nilai UMP Papua Barat 2024 senilai Rp. 3.393.000, sedangkan UMP Papua Barat 2025 senilai Rp. 3. 615.000, maka kami minta agar kenaikannya sebesar Rp. 150.000 atau Rp. 175.000. Inilah yang disebut nilai ideal atau nilai rata-rata,” jelas Woniana.
Diterangkannya, dengan kenaikan rata-rata ini, tentu akan memberikan rasa aman terhadap para pemberi kerja, termasuk para pekerja.
Diutarakan Woniana, jika bagian ini membebankan para pemberi kerja atau pengusaha, maka suka tidak suka atau mau tidak mau, pengusaha akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran atau penangguhan pembayaran UMP terhadap para pekerja.
“Misalnya satu toko mempunyai karyawan 50 orang karyawan dikalikan Rp. 3.615.000, maka dalam satu bulan nilainya mencapai Rp. 180.000.000 lebih. Jika selama 12 bulan, maka nilainya Rp. 2 miliar lebih. Itu baru gaji karyawan, belum ditambah tunjangan dan lainnya,” terang Woniana.
Untuk itu, ia berharap Pemprov meninjau kembali penetapan nilai UMP Papua Barat 2025 dan Apindo sedang menunggu surat balasan dari Penjabat Gubernur terkait audiens dalam rangka penyampaian alasan-alasan penolakan kenaikan UMP Papua Barat 2025 yang dinilainya terlalu tinggi. [FSM-R1]