Amanat UUD 1945 tentang Pendidikan Belum Tercapai

Theresia Ngutra Theresia Ngutra

Pemerhati Pendidikan di Manokwari, Theresia Ngutra

ManokwariPemerintah harus segera berbenah bukan hanya mewujudkan pendidikan berkualitas, juga memberikan kesempatan setiap warga negara mendapat pendidikan.

Ini disampaikan pemerhati pendidikan di Kabupaten Manokwari, Theresia Ngutra, menyikapi peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2025 pada 2 Mei 2025, yang mengusung tema ‘Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua’.

Menurutnya, tema ini sangat menarik, karena dirinya mempercayai bahwa semesta pasti mendukung hal baik dan pendidikan bermutu menjadi suatu keharusan.

Dia menegaskan, pendidikan adalah hak dasar setiap warga negara yang dijamin Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan dalam amanat Pasal 31 menyatakan pemerintah wajib membiayai.

Namun kenyataannya, kata dia, sejak Indonesia merdeka sampai saat ini, masih banyak warga negara yang belum berkesempatan mendapat pendidikan di sekolah formal, banyak ditemukan anak-anak putus sekolah, dan sebagainya.

Diutarakan Theresia Ngutra, pendidikan menjadi tanggung jawab utama negara dan harus didukung seluruh masyarakat, terutama pihak keluarga dan orang tua yang harus menanamkan dalam diri anak tentang arti pentingnya pendidikan.

“Sejak Indonesia merdeka sampai saat ini, masih banyak warga negara yang belum mendapat pendidikan di sekolah formal. Padahal amanat UUD 1945 sudah sangat jelas dan diuraikan lebih rinci lagi dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas),” jelas Theresia Ngutra kepada wartawan di Universitas Papua (Unipa) Manokwari, Jumat (2/5/2025).

Dia menambahkan, sesuai amanat undang-undang memang ada banyak hal yang harus dilakukan pemerintah untuk mengatasi berbagai tantangan mendasar yang dihadapi selama ini.

Dirinya membeberkan, ada beberapa masalah mendasar yang menyebabkan banyak warga negara tidak bisa bersekolah dan akhirnya putus sekolah.

Dirincikannya, pertama terkait masalah biaya. Meski pemerintah mencanangkan pendidikan gratis, tetapi fakta di lapangan, tetap ada pungutan atau biaya yang harus dikeluarkan, baik itu di sekolah swasta maupun negeri.

Artinya, terang Theresia Ngutra, pencanangan pendidikan gratis belum terealisasi secara baik dan berdampak terhadap masyarakat yang berperekonomian kurang baik.

Lanjutnya, ini terbukti dengan banyak anak tidak bersekolah, salah satu faktornya karena tidak memiliki biaya, terutama di wilayah Papua. Sebab, para orang tuanya tidak mampu membiayai untuk bersekolah di sekolah formal dan akhirnya memilih tidak bersekolah.

Kedua, masalah sarana dan prasarana. Dikatakannya, pemerintah selama ini tidak berupaya menyediakan sarana dan prasarana berupa gedung sekolah secara maksimal dengan fasilitasnya.

Fakta di lapangan, ungkap dia, pemerataan pendidikan tidak berjalan baik, karena ada sekolah yang dibangun, tetapi tidak ada siswa, sedangkan di suatu daerah yang jumlah penduduknya banyak, tidak tersedia bangunan sekolah.

“Akhirnya, karena akses sekolah jauh, anak-anak tinggal di rumah saja dan tidak sekolah,” ujar Theresia Ngutra.

Terkait pemerataan pendidikan, ia menjelaskan, pemerintah perlu merencanakan dan memetakan secara baik, dimana sekolah dibangun pada daerah dengan jumlah penduduk banyak karena jarak rumah ke sekolah sangat mempengaruhi biaya.

Ketiga, faktor keluarga. Menurut Theresia Ngutra, ada beberapa kasus yang ditemukan, masih banyak orang tua tidak memahami betapa penting pendidikan, sehingga membiarkan anaknya pergi berkebun supaya bisa menghasilkan uang.

Lanjut dia, khusus di wilayah Manokwari, masih banyak ditemukan anak yang berjualan sampai larut malam. Meski itu baik untuk membantu keluarga, ujar Theresia Ngutra, tentu itu akan berdampak pada masa depannya.

“Itu beberapa masalah mendasar dan menjadi tantangan pemerintah yang perlu diatasi,” kata dia.

Theresia Ngutra memberikan saran untuk pemerintah agar rutin melakukan sosialisasi ke masyarakat, terutama di daerah pelosok yang sudah dibangunkan sekolah.

Selain itu, harapnya, pemerintah bisa menjadikan masalah pendidikan sebagai prioritas utama dan semua program yang sudah dicanangkan dan direncanakan harus dilaksanakan.

“Kita punya tujuan dan cita-cita, tapi kalau semua hanya bicara yang bagus dan realisasi tidak ada, sama saja,” ujar Theresia Ngutra.

Dia juga meminta pemerintah memperhatikan mutu dan kualitas guru, karena guru menjadi tumpuan pendidikan. Jika mutu dan kualitas guru tidak memadai akan berdampak terhadap kualitas dan pencapaian proses pembelajaran.

“Guru-guru bukan hanya mengabdi. Dia juga harus profesional dan memberi pelayanan dengan hati. Selain itu, pemerintah juga harus memperhatikan kesejahteraan guru karena bagaimana pun mereka itu tumpuan pendidikan saat ini,” jelas Theresia Ngutra.

Oleh sebab itu, ia berharap peringatan Hardiknas 2025 menjadi momentum bagi pemerintah, bukan sekedar melihat kualitas pendidikan yang bermutu, juga memberikan kesempatan warga negara mendapat pendidikan.

“Harus diakui amanat Undang-undang Dasar 1945 tentang Pendidikan belum tercapai, masih jauh dari harapan meski memang diakui juga ada perubahan sedikit. Banyak anak tidak sekolah dan ini masalah. Kita mau daerah maju dan sejahtera, mari bangun dan memulainya lewat pendidikan. Dengan kita belajar, kita tahu banyak hal. Saran saya, pemerintah sedikit fokus pada pendidikan,” tandas Theresia Ngutra. [AND-R1]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *