Manokwari – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Papua Barat menghadirkan ahli dari BPKP Perwakilan Papua Barat, Loka Saputra dalam sidang perkara dugaan tipikor pemberian fasilitas kredit pada BRI Tbk cq BRI KCP Manokwari Kota, Jumat, 20 Juni 2025 sore.
Sedianya, sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Pengadilan Tipikor Papua Barat pada Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, Helmin Somalay, SH, MH, didampingi hakim anggota, Pitayartanto, SH dan Hermawanto, SH beragenda pemeriksaan 2 nasabah atau debitur dan ahli dari BPKP Perwakilan Papua Barat.
Namun, kedua debitur tersebut tetap mangkir dari 6 kali panggilan JPU, sehingga keterangan kedua saksi hanya dibacakan. Namun sebelumnya, ketua majelis hakim bertanya kepada terdakwa dan penasehat hukumnya.
Dua penasehat hukum terdakwa meminta agar kedua saksi tetap dihadirkan dan 2 penasehat hukum terdakwa lain tak keberatan keterangan kedua saksi dibacakan, karena sudah disumpah. “Untuk keberatan akan kami catat,” ujar Helmin Somalay.
Usai pembacaan keterangan saksi, sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan ahli, Loka Saputra yang menjabat auditor muda sejak 2022. Dikatakan ahli, pihaknya telah memeriksa 14 saksi dari pihak terkait dalam perkara ini.
Ditanya JPU, Mustar, SH, MH, Tulus Ardiansyah, SH, dan rekan, apakah ada penyimpangan dari proses klarifikasi terhadap 14 orang ini?
Menurut Saputra, ditemukan 3 penyimpangan, yakni pinjam nama, agunan bidang tanah bukan milik sendiri dari debitur, dan debitur tidak membayar kredit pinjaman, melainkan dibayar pihak lain.
Apa dampak atau akibat dari penyimpangan ini? Ahli menjelaskan, dampak atau akibat dari penyimpangan ini menimbulkan kerugian keuangan negara. “Kami berpendapat bahwa terjadi kerugian negara Rp. 9 miliar lebih dari 11 nasabah, di luar 1 nasabah atas nama Ibu Mika yang sudah lunas,” sebut Saputra.
Diakui ahli, kerugian keuangan negara dalam perkara ini belum dihitung dengan nilai agunan ketika dilakukan klarifikasi. Soal agunan, jelas Saputra, belum ada informasi ketika dilakukan klarifikasi oleh ahli, karena agunan saat itu belum dilelang.
“Informasi yang kami terima dari penyidik bahwa agunan sudah disita dan menunggu putusan majelis hakim,” kata ahli.
Ketika dicecar penasehat hukum terdakwa, mengapa para debitur atau nasabah tidak dijadikan tersangka dalam perkara ini? “Kalau itu tanya penyidik, saya tidak tahu,” tegas Saputra.
Penasehat hukum terdakwa Mardiyanto Suryo, Rustam, SH pun menanyakan kenapa ahli tidak melibatkan ahli appraisal dalam proses perhitungan kerugian keuangan negara, apalagi ada jaminan agunan berupa sertifikat tanah.
Ditegaskan ahli, itu bukan kewenangannya untuk melibatkan ahli appraisal. Meski mengakui ada jaminan sertifikat tanah, lanjut Saputra, dalam sertifikat tanah tersebut, tidak ada nilai Rupiah-nya, sehingga tidak diperhitungkan kerugian keuangan negara.
Menanggapi hal itu, hakim anggota, Hermawanto meminta penjelasan agar tidak ada ‘ganjalan’ dari penasehat hukum terdakwa terhadap ahli. Dikatakan Saputra, ahli dapat melibatkan atau meminta bantuan ahli lainnya, sehingga kata ‘dapat’ melibatkan ahli lain bukan suatu keharusan.
Rustam juga menanyakan alasan mengapa saksi lain, Agus Subandi (mantan Kepala BRI KCP Manokwari Kota) dan Ermana S. Irawan (mantan Kepala Cabang BRI Manokwari) sebagai pemutus dalam pengajuan kredit tidak dimintai pertanggungjawaban dalam perkara ini? Saputra menegaskan, itu bukan kewenangan ahli.
Hakim anggota, Hermawanto pun menelisik ada berapa jenis kredit untuk ke-11 nasabah atau debitur. Ahli merincikan, ada 3 jenis kredit terhadap ke-11 nasabah, yakni KUR (Kredit Usaha Rakyat), KMK (Kredit Modal Kerja), dan KMK Tangguh (yang dikhususkan pada masa pandemi Covid-19).
Dirincikannya, KUR diajukan: Rolando P.L, Mika Putri W.R, dan Syahwan Maarif, KMK diajukan Hamka Syamsudin dan Adit Kurniawan, sedangkan KMK Tangguh diajukan Irwan Prahara, Olwin Makalew, Sulaeman, Siti Satria, Herman Felangi, dan Jati Kusuma.
Disinggung tentang perbedaan antara KMK dan KMK Tangguh? Ahli menjelaskan, kalau tidak salah, bunga dari KMK Tangguh lebih rendah, meski ahli tidak tahu berapa persisnya.
Terkait aliran uang dari hasil pemeriksaan ahli, beber Saputra, dalam dokumennya, sebagian uang kredit dari para debitur atau nasabah mengarah kepada terdakwa, Mardiyanto.
Berdasarkan dakwaan JPU, dalam pengajuan hingga pencairan kredit mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp. 9.985.597.942 tersebut, diduga melibatkan para terdakwa, Mardiyanto Suryo, Irwan P. Wijaya, Daniel Mohse Y, dan Muhammad Zamzani.
Rinciannya, realisasi plafon kredit yang telah dibayarkan PT BRI (Persero) Tbk cq Kantor Cabang Pembantu Manokwari Kota terhadap 11 debitur sebesar Rp. 10.700.000.000 dan jumlah angsuran pokok yang dibayarkan oleh 11 debitur sebesar Rp. 714.402.058, sehingga sisa yang dianggap menjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp. 9.985.597.942. [TIM-R1]