Majelis komisioner KIP Papua Barat membacakan putusan sengketa informasi antara Pemohon, Matius Ramar Vs Pansel DPR Papua Barat jalur Otsus, Jumat, 9 Mei 2025. Foto: FSM
Manokwari – Setelah proses persidangan dalam kurun waktu kurang dari 14 hari kerja, akhirnya majelis komisioner Komisi Informasi Provinsi (KIP) Papua Barat memutuskan sengketa informasi antara Pemohon, Matius Gun Ramar melawan Panitia Seleksi (Pansel) Anggota DPR Papua Barat melalui Mekanisme Pengangkatan atau Otonomi Khusus (Otsus) selaku Termohon, Jumat, 9 Mei 2025.
“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” kata ketua majelis komisioner, Siti J. Hindom didampingi anggota majelis komisioner, Henry V. Sitinjak dan Samuel Sirken dalam sidang sengketa beragenda pembacaan putusan.
Lanjut majelis komisioner, menyatakan informasi dalam sengketa informasi Pemilu dan Pemilihan yang menjadi pokok permohonan sebagaimana dalam pokok permohonan angka 1 sampai 10 sebagai informasi terbuka.
Poin 1 sampai 10, yakni: salinan atau fotocopi penetapan hasil penilaian tes kemampuan dasar, salinan atau fotocopi penetapan hasil penilaian seleksi administrasi, salinan atau fotocopi penetapan hasil penilaian tes kesehatan, salinan atau fotocopi penetapan hasil nilai penulisan makalah, presentase, dan wawancara, salinan atau fotocopi penetapan hasil nilai rekam jejak dan salinan atau fotocopi pengumuman media massa cetak maupun elektronik.
Selanjutnya, salinan atau fotocopi perubahan jadwal tahapan seleksi, salinan atau fotocopi tanggapan masyarakat disampaikan secara tertulis kepada Pansel, salinan atau fotocopi pengumuman Pansel No. 05/Pansel-DPRP/II/2025 tanggal 18 Februari 2025 tentang Dasar Penilaian yang meliputi kemampuan dasar Otsus, kesehatan, penulisan makalah, presentase dan wawancara, dan salinan atau fotocopi kriteria penilaian yang digunakan oleh Pansel.
“Memerintahkan Termohon untuk memberikan informasi poin 1 sampai 10 dengan tetap mempertimbangkan ketentuan informasi yang dikecualikan sesuai Pasal 17 UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,” sebut Siti Hindom.
Lanjutnya, memerintahkan Termohon untuk memberikan informasi sebagaimana dimaksud pada poin 11, yakni salinan atau fotocopi kegiatan wawancara peserta seleksi hanya atas nama Pemohon.
Ketua majelis juga memerintahkan Termohon untuk memberikan informasi kepada Pemohon dalam bentuk penyalinan atau fotocopi salinan setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap dan membebankan biaya penyalinan dan fotocopi kepada Pemohon.
Sebelum membaca amar putusan, berdasarkan seluruh uraian dan fakta hukum, majelis komisioner berkesimpulan:
Pertama, Komisi Informasi Provinsi Papua Barat berwenang untuk menerima, memeriksa, dan memutus permohonan a quo. Kedua, Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan dalam sengketa a quo.
Ketiga, Termohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagai Termohon dalam sengketa a quo dan keempat, batas waktu permohonan penyelesaian sengketa informasi publik sesuai batas waktu permohonan sebagaimana diatur dalam Pasal 37 Ayat 2 UU KIP junto Pasal 17 Ayat 3 PerKI (Peraturan Komisi Informasi) No. 1 Tahun 2019.
Dari pantauan wartawan, sidang dengan agenda pembacaan putusan, hanya dihadiri Pemohon, Matius Ramar tanpa didampingi kuasa hukumnya, Yuliyanto, SH, MH, sedangkan Termohon diwakili Yuliana Y. Numberi, SS, M.Si dan Toman E.L. Ramandey, SH, MH.

Seperti terungkap dalam persidangan sengketa informasi, Matius Ramar adalah salah satu peserta seleksi calon anggota DPR Papua Barat jalur Otsus dari Daerah Pengangkatan (Dapeng) Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat.
Usai sidang, Pemohon mengapresiasi majelis komisioner KIP Papua Barat dan Termohon yang serius dalam menyelesaikan sengketa informasi ini.
“Saya baru menemukan sengketa informasi seperti ini. Artinya, dari 11 permohonan informasi yang saya ajukan, hanya 10 permohonan yang dikabulkan. Saya paham bahwa permohonan informasi yang ke-11 merupakan hal yang dikecualikan,” jelas Matius Ramar kepada wartawan usai sidang putusan.
Menurutnya, semua tahapan seleksi calon anggota DPR Papua Barat direkam, sekali pun rekaman tidak bisa diberikan kepada dirinya, setidaknya bisa diserahkan Pansel ke majelis komisioner sebagai pembuktian.
“Keputusan ini akan saya konsultasikan dengan kuasa hukum saya seperti apa langkah-langkah hukumnya. Apakah kita akan lanjutkan ke jenjang terkait unsur-unsur pidana yang merugikan saya, karena bicara terkait hak dan kewajiban,” jelas Pemohon.
Dikatakannya, sebagai objek dari Undang-undang Otsus, dirinya merasa dirugikan. “Kalau sebagai orang Papua dan tidak bisa memperoleh informasi itu, bagaimana dengan pihak lainnya. Otsus ini diberikan untuk siapa? Saya ingin semua berjalan transparan, bukan persoalan menang atau kalah,” ujar Matius Ramar.
Menurut Pemohon, dalam proses seleksi calon anggota DPR Papua Barat melalui Mekanisme Pengangkatan, tidak ada transparansi dan keterbukaan informasi publik. Seandainya semua tahapan diumumkan secara rinci, kata Matius Ramar, pihaknya akan menerimanya.
“Kalau prosesnya seperti ini, sama saja kita membeli kucing dalam karung. Percuma kalau kita sebagai generasi muda Papua hanya diamkan hal yang tidak benar, terlepas dari semua itu, proses ini baik adanya,” paparnya.
Ditambahkan Pemohon, akhir dari Undang-undang Otsus berada di Gubernur, bukan di pusat, sehingga pihaknya akan menghadap Gubernur sebagai orang tua untuk menentukan hasil dari proses persidangan ini, sekaligus meminta petunjuk sebagai orang tua.
Ditegaskan Matius Ramar, dirinya tidak berjalan seorang diri, tetapi mewakili masyarakat adat di Teluk Wondama, sehingga dirinya akan meminta petunjuk dari Gubernur sebagai orang tua.
“Terlepas responnya seperti apa, silakan, semuanya berjalan. Saya diurus untuk dilantik, silakan, tetapi sebagai orang yang dirugikan, saya punya hak untuk bertanya,” ujar Pemohon.
Ditanya tentang upaya lanjut dari putusan majelis komisioner KIP Papua Barat ini, Matius Ramar mengatakan, pihaknya akan mempertimbangkan untuk mengambil langkah hukum usai menerima menerima amar putusan.
Ia menegaskan, sengketa informasi ini adalah langkah awal untuk membuktikan, ada transparansi atau tidak.
“Entah harus berlanjut ke ranah pidana atau PTUN, itu urusan nanti. Yang jelas, putusan ini membuktikan bahwa ada hal yang kurang tepat. Putusan ini belum inkrah, tapi apapun hasilnya, ini menjadi pembelajaran bagi kita untuk lebih baik ke depan,” pungkas Matius Ramar. [TIM2/FSM-R1]