Sidang perkara tipikor sewa gedung DPRD Kabupaten Teluk Bintuni di penginapan Kartini, di Pengadilan Tipikor Papua Barat, Manokwari, Jumat, 22 November 2024. Foto: TIM2
Manokwari – Oknum penyidik Polres Teluk Bintuni diduga meminta dan atau menyuruh terdakwa dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) untuk membuat kontrak belanja sewa gedung sementara DPRD Kabupaten Teluk Bintuni pada Penginapan Kartini, Kabupaten Teluk Bintuni periode Oktober 2020 – Maret 2023.
Hal ini terungkap dalam sidang perkara tipikor yang dipimpin ketua majelis hakim Pengadilan Tipikor Papua Barat pada Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, Helmin Somalay, SH, MH didampingi hakim anggota, Pitayartanto, SH dan Hermawanto, SH, Jumat, 6 Desember 2024 malam.
Di persidangan, terungkap ada 2 dokumen kontrak yang berbeda terkait penyewaan gedung sementara DPRD Kabupaten Teluk Bintuni. Kedua dokumen yang berbeda, yakni ada perjanjian kontrak tanpa rincian sewa gedung dan dokumen perjanjian kontrak dengan perincian sewa gedung di Penginapan Kartini.
Dokumen perjanjian kontrak dengan perincian inilah yang disebut terdakwa, Thomas Sanggemi disuruh dibuatkan yang baru oleh penyidik Polres Teluk Bintuni berinisial MY ketika perkara masuk tahap pemeriksaan.
Thomas Sanggemi membenarkan perihal adanya dokumen perjanjian kontrak sewa gedung yang dibuat belakangan di tingkat penyidikan atas permintaan penyidik ketika dicecar penasehat hukumnya, Pieter Wellikin, SH.
Ia membeberkan bahwa dirinya disuruh untuk membuat dokumen perjanjian kontrak yang baru secara terperinci berdasarkan sejumlah catatan pengeluaran sewa gedung sementara DPRD Teluk Bintuni di Penginapan Kartini. Lalu, dokumen perjanjian kontrak itu ditandatangani terdakwa dan pemilik Penginapan Kartini.
Menurut Thomas Sanggemi dan diakui Mesak Passalli, dokumen kontrak perjanjian sewa gedung sementara DPRD Teluk Bintuni yang dibuat pertama kali memang tidak ada rincian sewa gedung atau hanya mencantumkan nilai sewa gedung sebesar Rp. 300 juta per bulan di masa pandemi Covid-19 tersebut.
Dengan terungkapnya ada dokumen perjanjian kontrak sewa gedung dengan perincian inilah, maka majelis hakim meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Teluk Bintuni, Theophilos K. Auparay, SH untuk menghadirkan saksi verbalisan.
Saksi verbalisan yang dimaksud adalah penyidik Polres Teluk Bintuni berinisial MY, karena menurut terdakwa, MY yang memintanya untuk membuat dokumen perjanjian kontrak sewa gedung DPRD Teluk Bintuni yang baru dengan perinciannya.
Untuk itu, majelis hakim menyetujui permintaan penasehat hukum kedua terdakwa, Pieter Wellikin, SH dan Paulus S.R. Renyaan, SH agar JPU menghadirkan saksi verbalisan, penyidik Polres Teluk Bintuni berinisial MY untuk didengar keterangannya terkait perubahan dokumen perjanjian kontrak sewa gedung DPRD Teluk Bintuni.
Pieter Wellikin mengakui adanya perubahan dokumen perjanjian kontrak sewa gedung atas permintaan penyidik Polres Teluk Bintuni kepada terdakwa ketika perkara ini sudah tahap penyidikan.
“Iya benar sekali dan itu harus kita buktikan bahwa ada perubahan dokumen perjanjian sewa yang dilakukan penyidik saat pemeriksaan terhadap kedua terdakwa ini, di penyidik,” kata Wellikin yang dikonfirmasi wartawan di PN Manokwari, Jumat, 6 Desember 2024 malam.
Dengan adanya perubahan itu, maka pihaknya selaku penasehat hukum kedua terdakwa, meminta majelis hakim menghadirkan saksi verbalisan terkait perubahan dokumen perjanjian kontrak sewa gedung saat perkara ini di tahap penyidikan. “Iya benar begitu,” tandas Wellikin.
Ditanya apakah dengan adanya perubahan dokumen perjanjian kontrak sewa gedung di Penginapan Kartini untuk ‘menyelamatkan’ pemilik penginapan, sehingga hanya kedua kliennya yang dijadikan tersangka saja?
“Sekarang begini, kita bukan masalah menyelamatkan atau tidak, tetapi bicara mengenai perjanjian itu berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, maka perjanjian itu harus mengikat para pihak. Berarti otomatis larinya ke Pasal 1338 KUHPerdata dan Pasal 1339 KUHPerdata,” jelas Wellikin.
Menurutnya, dengan adanya perubahan dokumen perjanjian kontrak sewa gedung itu, seharusnya disetujui para pihak yang mengikatkan diri pada perjanjian tersebut, dalam hal ini terkait sewa gedung sementara DPRD Teluk Bintuni.
“Tetapi ini karena pihak ketiga, dalam hal ini penyidik yang menyuruh melakukan perubahan. Padahal, penyidik ini tidak masuk dalam subjek hukum dalam perikatan tersebut,” tukasnya.
Wellikin pun menepis adanya dugaan ‘manipulasi’ dokumen perjanjian kontrak sewa gedung. Dikatakannya, penasehat hukum mau melihat proses ini seharusnya mengacu pada dokumen yang asli atau dokumen pertama, bukan dokumen kedua yang sudah diubah atas permintaan penyidik.
“Jadi, ini memang ada perubahan dokumen yang dilakukan saat proses penyidikan di Polres Teluk Bintuni, makanya hakim meminta untuk menghadirkan penyidik selaku saksi verbalisan,” ujar Wellikin.
Secara terpisah, JPU Kejari Teluk Bintuni, Theophilos Auparay membenarkan adanya permintaan majelis hakim untuk menghadirkan saksi verbalisan, dalam hal ini penyidik Polres Teluk Bintuni untuk didengarkan keterangannya dalam persidangan mendatang.
“Karena, ini sudah musyawarah dan kesepakatan di dalam persidangan, maka sesuai hukum acara, kami akan panggil penyidik,” tandas Theophilos Auparay yang ditemui wartawan di PN Manokwari, Jumat, 6 Desember 2024 malam.
Dikatakan Theophilos Auparay, pemanggilan terhadap penyidik Polres Teluk Bintuni ini terkait dengan keterangan-keterangan yang saling berkaitan dalam pokok perkara supaya menjadi terang. “Iya, satu orang saksi verbalisan, penyidik,” ungkap Theophilos Auparay.
Seperti diketahui, terdakwa, Mesak Passalli selaku Sekretaris DPRD Kabupaten Teluk Bintuni dan Thomas Sanggemi selaku Kabag Keuangan Setwan DPRD Kabupaten Teluk Bintuni tersangkut dugaan tipikor sewa gedung DPRD Kabupaten Teluk Bintuni periode Oktober 2020 – Maret 2023.
Dalam perkara ini, kedua terdakwa didakwa JPU dengan dakwaan bersifat subsideritas, primer melanggar Pasal 2 Ayat 1 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Selanjutnya, dakwaan subsider, melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP. [TIM2-R1]