Manokwari – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Manokwari, I Dewa Gede Semara Putra, SH telah membacakan tuntutan terhadap 6 terdakwa perkara dugaan pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan di Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, Senin, 13 Mei 2024 sore.
Dalam persidangan yang dipimpin ketua majelis hakim, Helmin Somalay, SH, MH tersebut, keenam terdakwa, yaitu: MH, LK, EP, W, IL, dan A, tampak didampingi penasehat hukumnya, Rustam, SH. Dalam tuntutannya, JPU menuntut terdakwa MH dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan (4,5 tahun) dikurangi selama terdakwa ditangkap dan ditahan, denda sebesar Rp. 500 juta subsider kurungan selama 6 bulan.
Menurut JPU, terdakwa MH terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan keenam, Pasal 88 Ayat 1 huruf a UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Sementara itu, kelima terdakwa lain, yaitu: LK, EP, W, IL, dan A, dituntut pidana penjara yang lebih ringan, yakni tuntutan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan (3,5 tahun) dikurangi selama terdakwa ditangkap dan ditahan, dan denda sebesar Rp. 500 juta subsider kurungan selama 6 bulan.
Diutarakan JPU, kelima terdakwa ini juga terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan keenam, Pasal 88 Ayat 1 huruf a UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Sedangkan sejumlah barang bukti berupa truk yang diduga dipakai untuk mengangkut kayu, STNK, kunci truk, dan kayu jenis Merbau (kayu besi, red) dirampas untuk negara. Dalam tuntutannya, JPU mengungkapkan bahwa barang bukti kayu telah dilelang oleh penyidik Polres Teluk Wondama melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Sorong sesuai risalah lelang tertanggal 15 Januari 2024.
Menanggapi tuntutan JPU, penasehat hukum para terdakwa, Rustam, SH mengaku heran dengan pertimbangan JPU yang menuntut para kliennya dengan tuntutan yang cukup tinggi, 4,5 tahun dan 3,5 tahun serta denda Rp. 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
“Tapi yang jelas, dalam kasus ini kan sebenarnya tidak ada kasus yang disidangkan. Sebab, para terdakwa ini perbuatannya lain, didakwakan dengan dakwaan lain. Ini yang dibilang latihan lain, main lain,” ungkap Rustam yang dikonfirmasi wartawan usai persidangan di PN Manokwari, Senin (13/5/2024) sore.
Diungkapkan Rustam, dalam dakwaan terhadap para terdakwa menerangkan tentang Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu (SKSHHK), sedangkan dalam SKSHHK itu masih ada segmen-segmen lagi. Untuk masyarakat pemilik hak ulayat dan industri primer, masing-masing tetap harus mengurus izin.
“Jadi SKSHHK itu bukan semacam izin untuk mengangkut kayu, tapi pengertian. Sama saja dengan Dji Sam Soe ini, itu artinya apa, kan gitu. SKSHHK itu bukan izin. Angkut tanpa memiliki Surat Keterangan Hasil Sah Hutan Kayu, itu saja yang dinilai, tapi tidak diuraikan untuk segmen yang mana para terdakwa melakukan pelanggaran,” paparnya.
Dikatakan Rustam, hal-hal ini yang akan disampaikan dalam pembelaannya terhadap para terdakwa di dalam pembelaan, pekan depan. “Itu kembali lagi ke SIM A dan SIM C. Saya bawa motor, petugas tanya, ko bawa motor, izin mu apa? Ini bapak, SIM C, tapi petugas bilang, oh tidak bisa, bawa motor harus pakai SIM A. Loh, ini aturan dari mana, bawa motor harus SIM A? Inilah yang terjadi dalam dakwaan terhadap para terdakwa,” urai Rustam mengibaratkan.
Dicecar tentang barang bukti kayu Merbau yang disita penyidik Polres Teluk Wondama, ia mengakui bahwa dalam tuntutan JPU, barang bukti sejumlah truk dan kayu, dirampas untuk negara. Namun terkhusus untuk hasil lelang terhadap barang bukti kayu, tidak disebut berapa nilai dari hasil lelang tersebut.
“Tidak disebutkan, cuma disebut nilai kayu yang disita, tapi tidak ada nilai Rupiah dari hasil lelang barang sitaan berupa kayu. Pertanyaannya, di manakah diri mu,” katanya.
Berdasarkan catatan, dalam dakwaan JPU disebutkan, para terdakwa berangkat dari Wiraska, Distrik Wanggar, Kabupaten Nabire, Papua menumpang truk dengan bak terbuka menuju ke tempat penampungan kayu untuk dinaikkan ke atas truk di Kampung Yabore, Distrik Naikere, Kabupaten Teluk Wondama pada Jumat, 29 September 2023 sekitar pukul 14.30 WIT.
Setelah tiba di Kampung Yabore sekitar pukul 21.00 WIT, langsung memuat kayu olahan jenis Merbau, dengan berbagai ukuran. Kayu olahan jenis Merbau itu disebut diambil dari kawasan hutan di Kampung Yabore. Dalam pengangkutan tersebut, terdakwa akan dibayar dari lokasi ke Nabire atau tujuan akhirnya, dimana pembayaran dilakukan setelah kayu Merbau diangkut dan sampai tujuan di Nabire.
Kayu-kayu yang diangkut para terdakwa tidak dilengkapi surat-surat yang sah, baik berupa sahnya hasil hutan berupa kayu maupun surat-surat untuk mengangkut kayu. Ketika para terdakwa yang sedang mengangkut kayu melintas di Jalan Trans Papua, ada anggota Polres Teluk Wondama. Selanjutnya, para terdakwa bersama truk dan kayu olahannya diamankan ke Polres Teluk Wondama, karena tidak bisa memperlihatkan surat atau dokumen kayu olahan yang diangkut dan surat-surat sah pengangkutan kayu, pada Sabtu, 30 September 2023. [HEN-R1]