Manokwari – Sebanyak 29 mantan karyawan melayangkan gugatan Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap Tergugat, PT AML ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Papua Barat pada Pengadilan Negeri (PN) Manokwari.
Sidang gugatan yang dilayangkan Penggugat, Jonny V. Letatompessy dan kawan-kawan, dipimpin ketua majelis hakim, Berlinda U. Mayor, SH, LLM didampingi dua hakim anggota, Ardiansyah, S.Sos, M.Tr.A.P dan Eka Figrio Tanggo, SH.
Dalam gugatan perkara Nomor: 1/Pdt.Sus-PHI/2024/PN Mnk tertanggal 18 Maret 2024, disebut PT AML selaku Tergugat bergerak di bidang usaha penangkapan dan perdagangan ikan yang berlokasi di kantor cabang, Kampung Siawatan, Distrik Teluk Etna, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat dan kantor pusat di Jl. Letjen S. Parman Kav 28 Jakarta Barat.
Dalam uraian penyebab terjadinya permasalahan yang tertuang dalam gugatan, disebutkan bahwa unit usaha penangkapan dan perdagangan ikan Tergugat yang berlokasi di Kampung Siawaran, beroperasi dengan baik dan lancar.
Namun berkisar April 2015, terpaksa berhenti berproduksi karena unit usaha Tergugat terkena sanksi moratorium dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Akibatnya, terjadi penutupan usaha Tergugat berakibat dilakukannya PHK terhadap 1.347 pekerjanya, termasuk para Penggugat dengan membayar kompensasi hak-hak pekerja pada Juni 2015.
Setelah 1.347 pekerja di-PHK dan dilakukan penyelesaian pembayaran kompensasi atas hak-hak para pekerja pada Juli 2015, karena kebutuhan tenaga kerja, kemudian Tergugat kembali mempekerjakan 80 orang, termasuk para Penggugat dengan perjanjian kerja secara lisan sebagai karyawan baru dan penetapan gaji baru, untuk bertugas menjaga dan merawat kapal, barang-barang, dan aset Tergugat di Kaimana.
Secara tegas, para Penggugat adalah benar karyawan Tergugat yang bekerja secara terus-menerus sejak Juli 2015 sampai dilakukan PHK oleh Tergugat terhitung sejak 31 Agustus 2023, sehingga masa kerja para Penggugat selama 8 tahun dan 1 bulan.
Selama bekerja, para Penggugat melaksanakan kewajiban dengan baik, sehingga menerima kenaikan gaji setiap tahun. Para Penggugat menerima gaji keseluruhan setiap bulan terdiri dari 11 orang, hanya menerima gaji pokok yang pada nama para Penggugat tersebut, tertulis hitam tebal dengan tujuan agar memudahkan membedakan dengan 28 orang.
Sejak Juli 2015, dimana para Penggugat dipekerjakan kembali oleh Tergugat, Tergugat lalai tidak mendaftarkan para Penggugat sebagai peserta Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek) pada BPJS Ketenagakerjaan, sehingga para Penggugat merasa dirugikan.
Menurut Penggugat, Tergugat lalai tidak mendaftarkan para Penggugat sebagai peserta JKN pada BPJS Kesehatan, sehingga para Penggugat merasa dirugikan, karena selama ini jika para Penggugat dan keluarga sakit, harus berobat dengan mengeluarkan biaya perobatan sendiri.
Selanjutnya, Tergugat mengeluarkan surat perintah Nomor: 001/Dirut-AML/VIII/2023 tertanggal 29 Agustus 2023 yang ditandatangani Direktur Tergugat yang pada pokoknya, memerintahkan kantor cabang di Kaimana segera melakukan efisiensi atau pengurangan karyawan dikarenakan kerugian yang dialami perusahaan.
Menindaklanjuti surat Tergugat berinisial M selaku pimpinan cabang unit usaha Tergugat di Kaimana, kemudian mengeluarkan surat dengan Nomor: 11/PEMB/PT.AML/VIII/2023 tertanggal 30 Agustus 2023 yang pada pokoknya berisikan keputusan memberhentikan sepihak para Penggugat dan melakukan PHK terhadap para Penggugat.
Tergugat melakukan PHK, tidak membayar atau memberikan hak-hak kepada para Penggugat sebagaimana diatur pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga akibat PHK, nasib para Penggugat beserta keluarga belum ada kejelasan, sehingga para Penggugat kesulitan memenuhi biaya hidup sehari-hari.
Upaya memperjuangkan hak-hak para Penggugat, sehingga para Penggugat melakukan upaya penyelesaian perselisihan melalui perundingan bipartit, tetapi menemui jalan buntu karena Tergugat tetap tidak bersedia membayarkan hak-hak para Penggugat.
Untuk itulah, para Penggugat membuat pengaduan sekaligus meminta bantuan ke Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kaimana untuk dimediasi. Namun karena pada Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi belum tersedia mediator hubungan industrial, sehingga dimintakan bantuan mediator dari Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Papua Barat.
Mediator dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Papua Barat telah melakukan sidang mediasi pada 25 November 2023 yang dihadiri perwakilan Tergugat dan para Penggugat, dikarenakan dalam sidang mediasi terjadi perdebatan akibat perbedaan pendapat, sehingga mediator mengeluarkan berita acara Nomor: 565/DISTRANSNAKER-PB/2023.
Tergugat yang menjawab berita acara tersebut dengan surat tertanggal 1 Desember 2023 yang intinya menolak membayar pesangon beserta hak lainnya kepada para Penggugat yang di-PHK.
Ditambahkan Penggugat, telah diupayakan klarifikasi dan bertemu DPP FHUKATAN-KSBSI bersurat kepada Tergugat dengan surat Nomor: B015/DPP FHUKATAN/KSBSI/XII/2023 tertanggal 1 Desember 2023, tetapi Tergugat menolak untuk bertemu dengan mengirim jawaban surat Nomor: 005/Dirut-AML/XII/2023 tertanggal 8 Desember 2023.
Kemudian, mediator hubungan industrial mengeluarkan anjuran Nomor: 565/863/Distransnaker-PB/2023 tertanggal 13 Desember 2023 yang pada pokoknya menganjurkan PT AML membayar kompensasi sebagaimana PP No. 35 Tahun 2021, Pasal 45 Ayat 1.
Lanjut Penggugat, pengusaha dapat melakukan PHK terhadap pekerja atau buruh karena alasan perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa, maka pekerja atau buruh berhak atas:
Uang pesangon sebesar 0,5 kali ketentuan Pasal 40 Ayat 2, uang penghargaan masa kerja sebesar 1 kali ketentuan Pasal 40 Ayat 3, dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 40 Ayat 4 serta upah proses 4 bulan sejak September-Desember 2023.
“Sebagai negara hukum, di mana pengadilan merupakan harapan terakhir bagi pencari keadilan untuk memperoleh keadilan dan kepastian hukum atas perselisihan yang dihadapi. Untuk itu, para Penggugat mengajukan gugatan ke PHI pada PN Manokwari, Papua Barat,” ungkap Penggugat dalam gugatannya.
Humas PN Manokwari, Dr. Markham Faried, SH, MH membenarkan adanya gugatan yang diajukan 29 mantan karyawan terhadap Tergugat, PT AML.
“Gugatan ini sudah mulai disidangkan majelis hakim Pengadilan Hubungan Industrial,” jawab Markham Faried yang dikonfirmasi wartawan di PN Manokwari, belum lama ini.
Diakui Humas PN, dalam petitumnya, ada sejumlah permohonan Penggugat, yaitu: pertama memohon agar mengabulkan gugatan para Penggugat untuk seluruhnya.
Kedua, menyatakan bahwa Tergugat telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 2 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-undang jo UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Ketiga, menyatakan putus hubungan kerja antara para Penggugat dengan Tergugat sejak dibacakannya putusan ini, dan keempat, menghukum Tergugat membayar kompensasi sebagai akibat dari PHK karena perusahaan tutup kepada para Penggugat secara tunai dan sekaligus.
Kelima, menetapkan putusan ini dilaksanakan terlebih dahulu walaupun diadakan upaya hukum kasasi, dan keenam, memerintahkan Tergugat membayar uang paksa sebesar Rp. 1 juta per hari kepada masing-masing para Penggugat untuk setiap hari keterlambatan melaksanakan putusan ini, terhitung 14 hari kalender sejak putusan ini dikabulkan.
Ketujuh, menetapkan sita jaminan berupa 9 unit kapal motor milik Tergugat yang saat diajukan gugatan bersandar di dermaga Tergugat, di Teluk Etna, Kampung Siawatan.
Nilai kapal motor jika dilelang per unit ditaksir sekitar Rp. 450 juta, sehingga keseluruhan unit kapal motor ditaksir senilai: Rp. 400 juta x 9 = Rp. 3,6 miliar, dengan identifikasi kapal motor berdasarkan nomor lambung kapal.
Kedelapan, menetapkan putusan ini dilaksanakan terlebih dahulu walaupun diadakan upaya hukum kasasi, dan sembilan, menghukum Tergugat untuk membayar seluruh biaya perkara yang timbul dalam perkara ini. [HEN-R1]